Sumenep, Transatu.id – Dugaan praktik nakal kembali menyeruak di balik bisnis rokok Madura. PR Campalok Perkasa Indah, yang seharusnya beroperasi sebagai perusahaan rokok berizin, justru disinyalir tidak melakukan produksi sebagaimana mestinya. Sebaliknya, perusahaan ini diduga kuat memperjualbelikan pita cukai kepada pihak lain tanpa melalui proses produksi resmi.
Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, pita cukai hanya boleh digunakan untuk produk hasil tembakau yang benar-benar diproduksi oleh perusahaan pemegang izin resmi. Jika pita itu dijual atau dialihkan tanpa produksi, maka hal tersebut masuk kategori pelanggaran hukum serius.
“Kalau memang benar perusahaan itu tidak memproduksi tapi tetap mendapat jatah pita cukai, berarti ada permainan besar. Negara dirugikan dan pengawasan Bea Cukai perlu dipertanyakan,” ungkap Imron Sayyadi, pemerhati kebijakan publik di Madura, Sabtu (12/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Imron, praktik seperti ini sudah lama menjadi “rahasia umum” di kalangan industri rokok lokal. Banyak perusahaan berizin yang tidak beroperasi sebagaimana mestinya, namun masih bisa mendapatkan kuota pita cukai. Setelah itu, pita tersebut dijual kepada pabrik rokok ilegal yang tak punya izin produksi.
“Ini bukan industri, tapi broker cukai. Mereka tidak menyerap tenaga kerja, tidak membayar pajak produksi, hanya jadi calo negara. Ironisnya, masih ada oknum yang menutup mata,” tambahnya.
Di sisi lain, publik menyoroti Satgas Pemberantasan Rokok Ilegal yang selama ini gencar melakukan razia di Madura. Namun, operasi tersebut dinilai hanya menyasar pedagang kecil, sementara perusahaan besar yang disinyalir bermain pita cukai justru tak tersentuh.
“Razia memang sering dilakukan. Tapi kenapa pabrik-pabrik besar yang mencurigakan bisa lolos? Di sinilah publik bertanya, seberapa tajam mata elang Satgas Bea Cukai itu sebenarnya?” sindir Moh. Junaidi, aktivis muda asal Pamekasan.
Ia menilai, jika PR Campalok Perkasa Indah memang tidak menjalankan produksi nyata, seharusnya Bea Cukai segera turun melakukan audit dan verifikasi.
“Lihat mesin produksinya, lihat jumlah pekerjanya, bandingkan dengan jumlah pita cukai yang sudah keluar. Kalau tidak seimbang, berarti ada penyimpangan,” tegas Junaidi.
Fenomena ini memperkuat dugaan adanya jaringan mafia cukai yang memanfaatkan celah pengawasan. Pabrik-pabrik fiktif diduga hanya dijadikan kedok untuk menampung jatah pita cukai, sebelum dijual ke pengusaha rokok ilegal lain di luar sistem.
“Kalau ini benar terjadi, berarti negara sedang dikadali dari dalam. Aparat yang seharusnya mengawasi justru tidak peka terhadap kebocoran ini,” ujar Imron menambahkan.
Masyarakat kini mendesak Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk turun tangan dan memeriksa izin PR Campalok Perkasa Indah. Jika terbukti tidak melakukan produksi nyata, maka izin usahanya harus dicabut.
“Jangan hanya gagah di razia pasar, tapi tumpul di hadapan pabrik besar. Penegakan hukum harus adil, tidak pandang bulu,” tutup Junaidi.