“Kegiatan ini tidak hanya mengedukasi masyarakat, tetapi juga melatih mahasiswa memahami dinamika sosial secara nyata. Mereka belajar bagaimana ilmu yang diperoleh di kampus bisa diterapkan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat dan manusiawi,” tutur Samsuki.
Ia menambahkan, keberhasilan kegiatan ini diharapkan menjadi awal terbentuknya gerakan berkelanjutan di Desa Ponteh, di mana sekolah dan masyarakat bersama-sama membangun sistem perlindungan anak yang kuat dan ramah.
Inisiatif mahasiswa UTM ini menjadi bukti bahwa pengabdian masyarakat tidak melulu soal pembangunan fisik, melainkan juga tentang membangun mentalitas dan karakter warga. Melalui edukasi anti-bullying, mahasiswa UTM tidak hanya menebar pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian sosial di akar rumput.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
UTM berharap kegiatan seperti ini bisa terus diperluas ke berbagai desa lain di Madura, sehingga gerakan “Sekolah Ramah Anak, Bebas Bullying” dapat menjadi budaya bersama dalam membentuk generasi muda yang sehat, berani, dan berempati.