Merangin, Transatu.id – Polemik PT Cahaya Bumi Merangin (CBM) terus menjadi sorotan. Perusahaan perkebunan sawit yang mengantongi izin hampir 8.000 hektar sejak 2014 ini, kini justru mengajukan pengurangan lahan menjadi hanya 2.400 hektar. Namun, Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan dan Peternakan (Disnakbun) Kabupaten Merangin, Hendri Widodo, menegaskan pemanggilan pihak PT CBM baru akan dilakukan setelah hasil kajian tata ruang dari Dinas PUPR keluar.
“Kalau secara legalitas, PT CBM ini jelas. Mereka rutin melapor setiap enam bulan sekali. Tapi untuk pengurangan IUP, belum ada masuk ke kita. Kita tunggu dulu hasil dari kawan-kawan PUPR terkait tata ruang, baru kita pelajari dari sisi teknis perkebunan,” kata Hendri.
Langkah ini membuat publik bertanya-tanya. Pasalnya, dari izin seluas 7.988 hektar, lahan yang disebut-sebut sanggup digarap CBM hanya sekitar 2.200 hektar. Sisanya dibiarkan terbengkalai selama lebih dari satu dekade, hingga akhirnya perusahaan mengembalikan 5.700 hektar ke negara.
Terkait informasi PT CBM belum memiliki HGU, Hendri mengaku tidak tahu menahu. “Itu ranahnya BPN,” ujarnya singkat. Hendri juga memastikan, jika CBM berganti nama, maka seluruh proses perizinan harus diulang dari awal seperti perusahaan baru.
Meski Disnakbun berencana memanggil PT CBM, Hendri mengaku belum bisa memastikan teknis pemeriksaannya. “Kita cek ulang dulu semua izin, NIB, dan lainnya. Setelah itu baru Penilaian Usaha Perkebunan (PUP),” jelasnya.
Sementara itu, DPRD Merangin melalui Komisi II juga berencana memanggil manajemen CBM. Wakil Ketua I DPRD, Herman Effendi, mengatakan pihaknya ingin mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola lahan, hingga pola kerjasama dengan masyarakat. “Kalau mereka tak sanggup kelola 7.988 hektar, ini jadi pertanyaan besar, perusahaan ini sebenarnya seperti apa?” tegasnya.
Kasus PT CBM ini kian memantik kritik publik. Di tengah sulitnya akses lahan bagi petani, fakta bahwa ribuan hektar tanah dibiarkan tidur oleh perusahaan besar dianggap sebagai ironi. Apakah ini murni soal keterbatasan modal, atau strategi halus menghindari tanggung jawab sosial? Jawaban itu masih menggantung, menunggu Disnakbun benar-benar memanggil PT CBM setelah PUPR memberi hasil.
(*)