Pamekasan, Transatu – Kasus dugaan penyalahgunaan pita cukai kembali mencuat di dunia industri rokok lokal, kali ini menimpa PR Dua Pelangi yang berlokasi di Desa Bragung, Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep.
Namun di balik persoalan tersebut, muncul pertanyaan serius tentang lemahnya sistem pengawasan cukai yang berlaku saat ini.
Pantauan Transatu.id pada Kamis (22/5) menemukan kondisi gudang yang nyaris tak menunjukkan aktivitas produksi. Warga sekitar menyebut bahwa pabrik tersebut sudah lama tidak aktif, namun anehnya, pita cukai masih dimiliki oleh perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau tiba-tiba ramai, biasanya karena ada info mau sidak. Tapi selebihnya sepi. Sudah lama pabriknya kayak gitu,” kata salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Fenomena ini menimbulkan dugaan bahwa ada celah dalam regulasi dan pengawasan distribusi pita cukai oleh otoritas terkait.
Dalam praktiknya, pita cukai seharusnya diberikan kepada industri rokok yang memiliki aktivitas produksi aktif dan sesuai prosedur.
“Kalau benar tidak berproduksi, lalu kenapa pita cukai masih bisa dipegang? Di sinilah seharusnya pemerintah waspada,” kata seorang pemerhati industri hasil tembakau, R (inisial), saat dimintai tanggapan.
Namun informasi di lapangan menyebutkan bahwa ada kemungkinan pita cukai tersebut dijual keluar, karena gudangnya sudah lama tidak berproduksi. Atau masih disimpan untuk kepentingan di luar ketentuan yang berlaku.
Kasus PR Dua Pelangi mengingatkan kembali perlunya reformasi dalam sistem pengawasan cukai, terutama bagi perusahaan yang minim aktivitas tetapi tetap terdaftar sebagai penerima pita cukai resmi.
Sementara itu, transatu.id masih menelusuri pemilik dan pengelola gudang untuk dimintai keterangan resmi terkait dugaan praktik kotor tersebut.
Pihak Bea Cukai sendiri hingga berita ini diterbitkan belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini. (Ky/Mang)