Pamekasan, Transatu – Skandal memalukan di lingkungan RSUD Mohammad Noer akhirnya menemukan titik terang di meja hijau. AZ, tenaga kesehatan yang terseret kasus perzinahan di ruang pelayanan rumah sakit, resmi divonis 2 bulan 15 hari penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan. Putusan ini dibacakan pada Senin, 17 November 2025 dalam perkara nomor 184/Pid.B/2025/PN Pmk.
Majelis hakim menyatakan AZ terbukti secara sah melakukan perbuatan asusila tersebut, setelah menilai alat bukti mulai dari rekaman CCTV, dua buku nikah, hingga hasil pemeriksaan medis dari RSUD Mohammad Noer.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perzinahan,” bunyi amar putusan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
AZ juga diwajibkan membayar biaya perkara Rp2.000. Sementara sejumlah barang bukti ditetapkan hakim, termasuk flashdisk berisi 16 rekaman CCTV, tisu berbekas sperma yang diperintahkan untuk dimusnahkan, hingga dokumen BAP pemeriksaan medis yang dikembalikan ke pihak rumah sakit.
Pasca putusan pengadilan, informasi dari internal RSUD Mohammad Noer mulai bermunculan. Seorang sumber menyebut tindakan tak senonoh itu dilakukan di Ruang Poli Anak, dan terjadi di luar jam pelayanan. Bahkan, dugaan kuat menyebut kejadian ini bukan pertama kali.
“Sudah pernah terjadi beberapa kali. Bahkan korbannya tenaga magang,” ungkap sumber tersebut kepada Transatu.
Ia menambahkan, keberanian pelaku diduga muncul karena adanya perlindungan dari orang dalam.
“Kalau tidak ada yang membackup, tidak mungkin berani melakukannya berulang,” tegasnya.
Direktur RSUD Mohammad Noer, dr. Nono Ifantono, menjelaskan bahwa pihaknya bergerak cepat ketika kasus itu terungkap pada Juli lalu. Kedua pelaku langsung disidang Komite Keperawatan, dibuatkan berita acara, dan dilaporkan kepadanya.
“Yang laki-laki saya larang masuk rumah sakit mulai hari itu. Yang perempuan langsung saya berhentikan karena statusnya PTT,” ujarnya.
Meski demikian, status AZ sebagai PPPK Provinsi membuat rumah sakit tidak memiliki kewenangan memberhentikannya. Pihak RSUD telah bersurat ke BKD Jawa Timur, namun hasilnya tetap buntu.
BKD tidak bisa memecat karena aturan ASN menyebut pemberhentian hanya dapat dilakukan jika pelaku divonis minimal 2 tahun penjara, sedangkan putusan AZ hanya 2 bulan 15 hari.
Putusan pengadilan yang terbilang ringan membuat kasus ini terus menuai kritik di internal rumah sakit dan publik. Apalagi perbuatan itu dilakukan di ruang pelayanan publik, memanfaatkan celah pengawasan, dan diduga berulang.
Sumber internal menilai vonis ini tidak memberikan efek jera, terutama jika benar ada “orang dalam” yang membuat perilaku tak pantas tersebut bisa terjadi berkali-kali.







