Oleh: Ali Prawinata, S.H., M.H.
Di salah satu dusun di Merangin, kata “Kamu” bukan sebutan biasa. Ia bukan panggilan akrab di pesan singkat atau seruan keras saat bertengkar. Di sana, “Kamu” adalah penghormatan tertinggi. Sebuah sapaan adat, peninggalan bahasa tuo yang menandai luhur dan santun.
Mirip “Kayo” di Kerinci, “Kamu” menjadi simbol betapa anak muda Merangin belum tercerabut dari akar. Mereka mungkin kuliah di kota, berdebat di kelas, bahkan turun ke jalan—tapi lidah mereka masih menyimpan bahasa tua itu, yang dulu dilafalkan para leluhur saat merawat tanah dan sungai.
Tapi, entah bagaimana, sebuah video jadi viral. Seorang mahasiswa menyebut “Kamu” saat demonstrasi dan tuduhan tak beradab pun datang. Konon katanya, mahasiswa itu kurang ajar. Mungkin karena ia menyuarakan kebenaran. Mungkin karena ia tidak menjilat. Atau mungkin, karena ia terlalu mirip dengan cermin dan para pejabat tak suka melihat wajah sendiri.
Begitulah nasib anak muda yang masih waras di negeri gaduh ini. Mereka disebut barisan sakit hati, hanya karena tak ikut barisan tepuk tangan.
Padahal tugas mereka memang begitu: menjadi agent of control, penyeimbang di antara pesta anggaran dan etika yang compang-camping. Tapi apa balasannya? Dicemooh, dilabeli, dan dihadang oleh buzzer yang lebih sibuk menjaga citra kekuasaan ketimbang akal sehat.
Coba tanya buzzer-buzzer itu, apakah mereka pernah duduk di bangku kuliah? Atau hanya lulus dari akademi puja-puji?
Di tengah gegap gempita efisiensi dari pusat, jalan-jalan desa masih tergeletak seperti luka yang dibiar membusuk. Ada dusun yang sudah 30 tahun tak melihat aspal, hanya tanah kuning yang berubah jadi kubangan kalau hujan.
Bahkan, saat seorang guru viral karena jembatan rusak, ia bukan diberi solusi, malah diminta klarifikasi. Sebab kritik itu dianggap duri, bukan peringatan.
Kini, yang penting pimpinan senang. Rakyat? Ah, nanti sajalah. Toh, selama masih bisa selfie dan potong pita, negeri ini tetap tampak meriah.
Ya sudahlah. Mungkin “beradab” di zaman ini memang berarti: diam, tunduk, dan ikut merayakan kesalahan bersama-sama.