Hal ini dapat mengikis makna sebenarnya dari tradisi tersebut dan merusak nilai-nilai budaya yang telah dijaga turun-temurun.
“Karena itu, penting untuk melibatkan Desa Adat dalam pengambilan keputusan terkait pariwisata. Sehingga mereka dapat memastikan bahwa budaya mereka dikelola dengan cara yang menghormati nilai-nilai tradisional,” ujar Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini memaparkan, Subak sebagai sistem pengairan tradisional Bali yang telah diakui sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO, merupakan contoh nyata dari tata kelola lingkungan yang berkelanjutan. Subak tidak hanya mengatur distribusi air untuk pertanian, tetapi juga mencerminkan filosofi Tri Hita Karana, yaitu harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sistem ini telah berhasil menjaga kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan di Bali selama berabad-abad.
Tetapi, perkembangan pariwisata yang pesat telah menimbulkan tekanan pada sistem Subak. Konversi lahan pertanian menjadi hotel, villa, dan fasilitas pariwisata lainnya telah mengurangi luas lahan pertanian dan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Selain itu, peningkatan kebutuhan air untuk pariwisata seringkali mengorbankan kebutuhan air untuk pertanian.
“Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dan stakeholders pariwisata harus bekerja sama untuk melestarikan Subak dan lingkungan. Misalnya, dengan membatasi pembangunan fasilitas pariwisata di daerah pertanian dan menerapkan kebijakan pengelolaan air yang berkelanjutan,” urai Bamsoet.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya