Pamekasan, Transatu – Kualitas sajian Makanan Bergizi Gratis (MBG) dari Dapur SPPG Kangenan Pamekasan kembali dipertanyakan. Sejumlah guru dan wali murid mengeluhkan porsi kecil dan menu yang dinilai jauh dari standar gizi yang seharusnya diterapkan pemerintah.
Keluhan itu mencuat setelah seorang guru TK–SD di Pamekasan membagikan foto menu MBG yang terkesan asal-asalan dan tidak layak disajikan untuk anak usia sekolah. Ia mengaku heran, anggaran besar pemerintah tidak sebanding dengan makanan yang diterima siswa.
Lebih jauh, ia menyebut dapur SPPG terkesan antikritik. Ia mengirim foto menu ke akun media sosial SPPG Kangenan, namun langsung diblokir tanpa penjelasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya hanya mengirim gambar belum berkomentar, tapi akun saya langsung diblokir. Sepertinya SPPG Kangenan tidak mau menerima kritik,” ujarnya, Senin (24/11/2025).
Guru tersebut berharap pihak pengelola dapur dapat memperbaiki manajemen penyajian, mulai dari variasi menu hingga kecukupan porsi agar sesuai kebutuhan gizi dan anggaran yang dialokasikan.
“Menu perlu lebih bervariasi supaya anak-anak semangat makan. Porsi juga jangan dikurangi,” tegasnya.
Keluhan serupa datang dari para orang tua murid yang melihat makanan anak sering tak habis karena tidak menarik. Bahkan ada yang ragu menu tersebut memenuhi standar gizi anak.
“Banyak anak kurang selera. Saya dengar dari orang tua murid dan tetangga, makanan dari dapur sekolah sering tidak habis karena tidak menarik,” katanya.
Sementara itu, Kepala SPPG Kangenan, Ifan Jailani, saat dikonfirmasi tidak menampik bahwa menu dalam foto tersebut berasal dari dapurnya. Namun ia berusaha mengaitkan foto itu sebagai menu lama.
“Sepertinya itu menu beberapa hari lalu dan baru diunggah sekarang,” dalihnya.
Ifan juga mengklaim bahwa pihaknya belum menerima keluhan resmi dari sekolah binaan.
Padahal, program MBG ini menggunakan anggaran negara yang nilainya tidak sedikit. Publik menilai seharusnya dapur penyedia bertanggung jawab penuh memastikan setiap makanan memenuhi standar gizi dan estetika penyajian agar anak tertarik makan.
Minimnya transparansi dan sikap tertutup terhadap kritik membuat publik semakin mempertanyakan profesionalitas pengelola dapur.
Program yang awalnya diharapkan menjadi solusi peningkatan gizi anak, justru dinilai tidak memberikan dampak optimal karena pelaksanaan di lapangan tidak sesuai harapan.
Jika tidak ada pengawasan ketat dan perbaikan serius, program MBG dikhawatirkan hanya menjadi formalitas yang menghabiskan anggaran tanpa hasil berarti bagi tumbuh kembang anak.







