JAMBI – Seribu lilin menyala di Tugu Juang, Jumat (19/9/2025) malam. Puluhan jurnalis bersama pers mahasiswa menggelar aksi solidaritas mengenang tujuh hari matinya kebebasan pers di Jambi, buntut penghalangan liputan oleh polisi saat kunjungan Komisi III DPR RI ke Polda Jambi, Jumat (12/9/2025).
Koalisi Anti Pembungkaman Demokrasi yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi, dan pers mahasiswa menegaskan aksi ini sebagai perlawanan terhadap praktik intimidasi, kriminalisasi, dan arogansi aparat terhadap kerja-kerja jurnalis. Api kecil dari ribuan lilin itu menjadi simbol bahwa kebebasan pers akan tetap hidup.
Ketua AJI Jambi, Suwandi Wendy, menyatakan aksi ini akan terus berlanjut hingga tuntutan dipenuhi. Sekretaris PFI Jambi, Wahdi Septiawan, menambahkan bahwa cahaya lilin adalah simbol perjuangan untuk mengembalikan kebebasan pers yang tengah dibungkam.
Koalisi jurnalis menyampaikan empat tuntutan utama: polisi yang menghalangi liputan harus diproses hukum, Kapolda Jambi diminta meminta maaf secara terbuka, Komisi III DPR yang hadir saat kejadian turut diminta meminta maaf kepada publik, dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diminta memeriksa rombongan Komisi III DPR yang melakukan kunjungan kerja ke Polda Jambi.
Hingga kini, belum ada permintaan maaf dari Kapolda Jambi Irjen Krisno Halomoan Siregar. Sebaliknya, Kabid Humas Polda Jambi Kombes Mulia Prianto sempat menyangkal adanya tindakan dorongan terhadap jurnalis. Pernyataan itu dinilai keliru karena bukti video menunjukkan adanya upaya pelarangan dan dorongan kepada wartawan.
Sikap aparat di Jambi juga mendapat sorotan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, menilai tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan. Ia menegaskan bahwa kerja-kerja kepolisian harus terbuka dan akses jurnalis terhadap informasi harus dilindungi. “Kerja jurnalis adalah kerja penting dalam konteks demokrasi dan negara hukum, dan itu tidak boleh dihalangi,” katanya.
Selain aksi di jalan, koalisi jurnalis berencana menempuh jalur hukum dengan menyiapkan laporan resmi ke organisasi pusat AJI dan PFI serta lembaga negara terkait. Mereka menegaskan perjuangan ini bukan sekadar solidaritas antarjurnalis, tetapi untuk menjaga demokrasi agar tetap sehat dan kebebasan pers tetap hidup di Indonesia. (ahmad)