“Sebelum reformasi, TAP MPR memiliki kekuatan hukum yang tinggi, berada di bawah UUD 1945 dan di atas undang-undang,”
“Setelah reformasi, posisi TAP MPR dalam hierarki perundang-undangan mengalami penyesuaian. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menempatkan TAP MPR di bawah UUD 1945 dan di atas undang-undang serta peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu)”
“Namun, MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk menerbitkan TAP MPR baru yang bersifat mengatur (regeling), sehingga TAP MPR yang ada saat ini adalah produk legislasi masa lalu yang masih diakui keberlakuannya.” Kata Bamsoet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini memaparkan, revitalisasi TAP MPR sebagai bagian dari dinamika struktur hukum dan politik hukum di Indonesia mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan antara kebutuhan akan panduan pembangunan jangka panjang dan prinsip-prinsip demokrasi serta pemisahan kekuasaan.
Di satu sisi, adanya panduan seperti GBHN dapat memastikan kesinambungan dan konsistensi kebijakan pembangunan nasional. Di sisi lain, perlu diperhatikan agar tidak terjadi sentralisasi kekuasaan yang dapat mengancam demokrasi.
Proses revitalisasi ini memerlukan pendekatan yang hati-hati dan partisipatif, melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa perubahan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tetap menjaga prinsip-prinsip demokrasi.
Selain itu, perlu dipastikan bahwa TAP MPR yang direvitalisasi memiliki mekanisme implementasi yang jelas dan efektif, sehingga tidak hanya menjadi dokumen normatif tanpa daya guna.
“TAP MPR masih memiliki potensi untuk berperan dalam sistem hukum Indonesia, terutama dalam mengisi celah-celah normatif yang tidak diatur oleh konstitusi maupun
undang-undang,”
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya