Pamekasan, Transatu – Aktivis Forum Kota (Forkot) Pamekasan, Syamsul Arifin alias Gerrard, mendatangi Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pamekasan pada Selasa, (03/11/2025).
Kedatangan tersebut untuk mengklarifikasi dugaan praktik kongkalikong pengelolaan retribusi sampah antara Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) dan DLH setempat.
Gerrard, mengungkapkan bahwa berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) terkait retribusi sampah, terdapat tarif resmi dari berbagai kategori sumber sampah rumah tangga maupun non-rumah tangga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tarif tersebut disebut berkisar antara Rp30 ribu hingga Rp60 ribu untuk rumah tangga, termasuk rumah kos yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp330 ribu per bulan.
“Untuk sekolah ada yang Rp180 ribu sampai Rp330 ribu, gedung pertemuan sekitar Rp110 ribu, stadion Rp100 ribu, pasar bahkan ada yang mencapai Rp1,5 juta sampai Rp4,6 juta. Terminal kisaran Rp330 ribu sampai Rp660 ribu, PKL ada yang Rp60 ribu,” papar Gerrard.
Ia menyampaikan bahwa setelah menelaah data lapangan, pihaknya menemukan beberapa kejanggalan dalam distribusi pungutan retribusi tersebut. Karena itu, Forkot merasa perlu meminta penjelasan langsung ke Kepala DLH Pamekasam.
Dalam audiensi itu, Forkot diterima Kabid Persampahan DLH Pamekasan Buyung, Sekretaris DLH Subaidi, dan Bendahara Farida.
Menurut Gerrard, pihak DLH menyampaikan bahwa tidak seluruh retribusi sampah berada di bawah pengelolaan DLH, melainkan sebagian besar dikelola oleh unit TPS 3R. Di Pamekasan, tercatat terdapat sekitar 24 TPS 3R yang tersebar di berbagai wilayah.
“Dari penjelasan DLH, yang dikelola langsung oleh dinas hanya retribusi rumah tangga di dua titik, PKL, dua terminal, dan tiga gudang. Selebihnya itu dikelola TPS 3R,” jelas Gerrard menirukan gaya bicaranya pihak DLH Pamekasan.
Gerrard meragukan mekanisme pengelolaan tersebut dan menduga adanya potensi praktik pemotongan atau permainan dalam distribusi retribusi sampah antara DLH dan TPS 3R.
“Jika DLH hanya mengelola sebagian kecil, tetapi target PAD-nya kecil, ini menimbulkan dugaan ada potensi pemotongan retribusi antara DLH dan TPS 3R,” tegas Gerrard.
Forkot juga menyoroti target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi sampah yang dianggap sangat rendah. Pada tahun 2024, target PAD hanya sebesar Rp50 juta, dan menurut keterangan bendahara DLH, realisasinya mencapai sekitar Rp90 juta.
“Secara resmi disebutkan realisasi PAD melebihi target, tapi angka itu masih kurang masuk akal jika melihat potensi sumber retribusi yang begitu besar,” pungkas Gerrard.
Forkot mendesak DLH untuk membuka data retribusi secara transparan, termasuk rincian penerimaan dari masing-masing TPS 3R, agar publik dapat menilai akurasinya.
Hingga berita ini ditulis, pihak DLH belum memberikan penjelasan resmi tambahan terkait temuan Forkot tersebut.







