Malang, Transatu – Polemik billboard Xoan Social Club di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Malang, semakin mengemuka. Tak hanya soal desain yang menyerupai papan nama kampus, investigasi lapangan mengungkap dugaan lebih serius: reklame tersebut dipasang tanpa prosedur izin yang jelas, bahkan terindikasi adanya pembiaran dari aparat terkait.
Hasil penelusuran menunjukkan, tidak ditemukan stiker atau tanda registrasi resmi yang biasanya dilekatkan pada setiap papan reklame berizin di Kota Malang.
Sejumlah sumber internal di Dinas Penanaman Modal dan PTSP menyebut, nama Xoan Social Club tidak tercatat dalam daftar pemohon izin reklame sejak awal tahun 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau memang ada, pasti muncul dalam data sistem perizinan. Tapi sejauh ini nihil,” ujar seorang pegawai yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan praktik “jalan belakang” pun menyeruak. Sejumlah aktivis menilai keberadaan reklame besar tanpa dokumen sah mustahil bisa bertahan lama tanpa adanya keterlibatan oknum aparat.
Muhammad Husni, Kepala Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Kepemudaan (PTKP) HMI Cabang Malang, mendesak Pemkot Malang bertindak cepat.
“Kalau Satpol PP bergerak normal, reklame ilegal seperti ini mestinya sudah dibongkar sejak awal. Fakta bahwa dibiarkan berdiri menandakan ada permainan,” ungkapnya.
Lebih jauh, investigasi mengungkap bahwa Xoan Social Club bukan kali ini saja bermasalah. Tahun lalu, tempat hiburan malam tersebut sempat ditegur warga sekitar karena dianggap melanggar aturan jam operasional. Namun, kasus itu senyap tanpa tindak lanjut berarti.
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 2 Tahun 2022 mengatur ketat penyelenggaraan reklame, termasuk ancaman pidana hingga tiga bulan kurungan atau denda Rp50 juta. Namun, penegakan aturan justru dipertanyakan.
“Ada semacam standar ganda. Untuk pelaku usaha kecil, reklame tanpa izin cepat ditindak. Tapi kalau menyangkut bisnis hiburan besar, tiba-tiba banyak alasan,” tambah Husni.
Sementara itu, Guru Besar Sosiologi Agama UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof. Dr. M. Zainuddin, MA, menilai kasus billboard ini tak bisa dianggap sepele. Menurutnya, ada dimensi moral dan sosial yang tercoreng.
“Kota Malang ini dikenal sebagai kota pendidikan. Bagaimana cermin dari kota pendidikan itu bisa tampak kalau promosi hiburan justru memakai bahasa akademik? Ini bentuk penyalahgunaan yang harus ditertibkan,” tegasnya.
Kini, sorotan publik mengarah pada Pemkot Malang. Masyarakat menunggu apakah Wali Kota dan jajaran terkait berani menertibkan billboard Xoan Social Club atau justru membiarkannya sebagai preseden buruk yang merusak wajah Kota Pendidikan.







