Sumenep, Transatu.id – Skandal baru mencuat di Desa Langsar, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Madura. Sebanyak 167 warga yang membayar uang Rp450 ribu per orang sejak tahun 2021 untuk pembuatan sertifikat tanah hingga kini belum mendapatkan kejelasan.
Ironisnya, dari ratusan pemohon itu, hanya 22 orang yang menerima sertifikat, sementara sisanya, sebanyak 145 warga, terus menunggu dengan penuh kekecewaan.
Kondisi ini memicu amarah warga dan kecurigaan kuat terhadap Kepala Desa (Kades) Langsar, yang diduga melakukan praktik penipuan dan penggelapan uang masyarakat. Mereka merasa telah dikhianati oleh pemimpinnya sendiri, yang seharusnya melayani dan memperjuangkan hak warga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sudah tiga tahun kami bayar, tapi sertifikat tanah yang dijanjikan tidak kunjung ada. Malah kami hanya diberi janji-janji kosong,” ujar Zainur
Menurut keterangan sejumlah warga, proses pembayaran uang Rp450 ribu dimulai sejak pertengahan 2021. Uang tersebut dikumpulkan atas inisiatif pemerintah desa dengan iming-iming sertifikasi tanah melalui program.
“Saat itu, pemerintah desa bilang, cukup bayar Rp450 ribu untuk biaya administrasi, tanah kami akan disertifikatkan. Kami percaya saja karena ini program resmi,” imbuh Zainur
Namun, kepercayaan itu kini berubah menjadi kekecewaan mendalam. Seiring berjalannya waktu, harapan mendapatkan sertifikat semakin menguap, tanpa ada penjelasan memadai dari pihak desa.
Kekecewaan warga diperparah dengan sikap pemerintah desa yang dinilai tidak transparan. Berbagai upaya telah dilakukan warga, mulai dari meminta klarifikasi di kantor desa hingga melaporkan dugaan ini ke aparat penegak hukum.
“Tiap kali kami tanya, jawabannya selalu sama: ‘masih diproses’, ‘masih diurus’. Tapi sampai sekarang sertifikat tak kunjung ada. Kami merasa ditipu,” kata Zainur.
Zainur menegaskan, warga sudah beberapa kali mendatangi Balai Desa Langsar secara kolektif, namun tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan. Malahan, lanjutnya, beberapa perangkat desa terkesan menghindar.
Dugaan penggelapan semakin kuat setelah muncul informasi bahwa uang hasil pembayaran warga diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Kades.
Warga menduga uang yang seharusnya digunakan untuk mengurus sertifikat tanah itu justru dimanfaatkan untuk memperkaya diri.
“Apa yang kami lihat di lapangan, gaya hidup mewah kades kami sekarang, itu mencurigakan. Kami merasa uang kami dijadikan modal hidup mewah,” tambahnya.
Merespons persoalan ini, sejumlah aktivis dan pengacara di Sumenep mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut dugaan penipuan dan penggelapan tersebut. Menurut mereka, tindakan ini telah memenuhi unsur tindak pidana.
“Kami melihat ada unsur penipuan yang sangat nyata. Warga sudah membayar dengan harapan mendapatkan sertifikat, tapi kenyataannya hanya sebagian kecil yang menerima,” kata Rohim
Ia juga menilai, bila terbukti, tindakan kepala desa tersebut bisa dijerat dengan pasal berlapis.
“Dugaan penipuan dan penggelapan uang rakyat adalah tindakan kriminal. Kepala desa bisa dijerat dengan pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan pasal 378 KUHP tentang Penipuan,” tambah Rohim.
Bahkan, beberapa aktivis sudah mengusulkan agar warga tidak hanya berhenti di tingkat laporan ke kecamatan, melainkan juga membawa kasus ini ke ranah hukum pidana.
Situasi di Desa Langsar kini kian memanas. Warga yang merasa dirugikan berencana melakukan laporan resmi jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan.
“Kami sudah bersabar tiga tahun. Kalau tetap tidak ada kejelasan, kami akan laporan resmi ke penegak hukum,” Tutup Zainur.
Hingga kini, redaksi media transatu.id masih kesulitan untuk melakukan konfirmasi kepada pihak terkait, terutama kepala desa setempat.