Transatu, Sumenep – Aksi demonstrasi terhadap Bank Syariah Indonesia (BSI) Sumenep, dilakukan oleh sejumlah orang yang mengatasnamakan korban penipuan dinilai blunder. Kamis, 6/4/23.
Pasalnya, banyak dari massa demonstrasi yang dinilai tidak paham mekanisme jual beli.
Dalam aksi yang dimotori oleh salah satu Advokad tersebut, mereka menuntut agar uang mereka dikembalikan, dan akan melaporkan salah satu orang yaitu Ust. S, lantaran dinilai telah melakukan penipuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun fakta berbicara lain, menurut Ervan Yulianto, selaku kuasa hukum dari Ust S, menuturkan bahwa para demonstran tidak paham terkait konteks permasalahan yang ada.
Pihaknya meminta agar para demonstran mengkaji ulang terkait mekanisme jual beli yang sudah diatur dalam Undang undang.
“Jangan asal ngomong duit 60 M punya siapa? Dari mana? Siapa pun yang memfitnah dan menghina secara nyata dan turut serta berbuat kami pidanakan,” tegas Ervan sapaan akrabnya saat dimintai keterangan.
Menurut Ervan, Harusnya sebagai advokat lebih hati-hati dan harus memahami hukum. Karena menurutny, hukum tidak dibangun atas banyaknya persepsi dan khayalan, melainkan bukti dan fakta.
Ia juga melanjutkan bahwa akar permasalahan tersebut ada pada kliennya, karena mereka tidak sanggup membayar angsuran dan hak tanggungan akan disita oleh kreditor.
“Kenapa klien kami yang di fitnah, klien kami penjual yang beritikad baik, tidak ada kaitannya dengan klien si advokat itu, silakan selesaikan kreditnya kalau tidak sanggup membayar kreditor berhak menyita aset yang dijadikan hak tanggungan,” lanjutnya.
“Kalau kemudian Debitur melihatnya berupa tanah kosong harusnya dibaca itu Perjanjian akad pembiayaan Murabahah (murabahah dengan pesan) jangan seakan-akan memposisikan menjadi korban, tidak mengetahui serta berpura-pura lugu dan tidak memilki inisiatif dia berakal sehat dan mampu mempertanggung jawabkan secara pidana maupun perdata dan sah syarat sahnya perjanjian baik objektif & Subjektif 1320 KUHper dan pure ke perdata antara kreditur dan debitur,”
Oleh sebab itu, pihaknya menyayangkan aksi yang dilakukan beberapa waktu lalu tersebut, karena tidak hanya kliennya saja yang dirugikan melainkan pihak Bank juga sangat rugi.
“Tentu disini yang dirugikan adalah kreditur (Bank) karena debitur wanprestasi (1243 KUHPer) tidak memenuhi apa yang telah diperjanjikan,” ucapnya.
Disamping itu, Ervan juga mengingatkan kepada demonstran agar berhati-hati, karena sebelumnya sudah ada akad wakalah, dasarnya pasal 19 ayat 1 huruf O UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
“Ingat !, kalian telah memberi kuasa untuk melakukan pembayaran kepada penjual jadi jangan perpura-pura lupa, kalau tidak dilakukan pembayaran (mentransfer ke rekening penjual) maka yang dirugikan bukan hanya kreditur tapi penjual tidak mendapatkan haknya karena itu akad pembiayaan untuk jual-beli,” kata Ervan seraya mengingatkan para demontran yang merasa jadi korban.
“Saya kasih contoh orang yang membeli perumahan kreditnya ke bank dan penjual/pengembang harus dipenuhi hak, mana ada orang kredit rumah tidak sanggup membayar ke bank malah menuduh pengembang/developer dianggap menipu ini kacau, lucunya lagi dia merasa tertipu dengan rantang waktu yang cukup lama kan aneh jadinya,”
Ia juga membandingkan perbedaan antara hutang yang dibayar secara langsung atau melalui proses kredit dengan jangka waktu yang cukup lama.
“Lagi pula, beda loh ya, utang yang dibayar dengan cash dan kredit, disitu ada bunga yang akan bertambah setiap harinya, apa lagi dengan waktu yang cukup lama,” terangnya.
Atas kejadian aksi yang dilakukan beberapa hari tersebut, pihaknya telah mengantongi sejumlah alat bukti beserta nama-nama yang akan menjadi dasar untuk melakukan pelaporan.
“Kami sudah melihat bukti elektronik (pada video orasi demonstrasi yang ikut serta) maupun tulisan dia telah menghina dengan menyebut kata-kata yang tidak pantas dan memfitnah dengan menuduh seakan-akan nyata,”
Menurut Ervan, harusnya ada rasa kehati-hatian dalam berucap, apalagi sekarang ada asas praduga tak bersalah, namun asas tersebut tidak dimanfaatkan oleh sejumlah oknum yang mengatasnamakan korbas kliennya.
“Harusnya dia paham dan menghargai asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) orang yang jelas-jelas dinyatakan tersangka saja tidak boleh disebut namanya apa lagi cuma tuduhan tidak jelas,”
“Ini orang asal ngomong saja, menuduh dan menghina tanpa mengetahui posisi hukumnya, Silakan melakukan upaya hukum baik litigasi maupun non litigasi tapi ingat batasnya tidak melanggar hak hukum orang lain,”
“Kami sudah mengantongi nama-namanya, ini pelajaran bagi kita semua, siapa saja yang mendistribusikan, mentransmisikan atau membuat dapat diakses informasi elektronik muatannya menghina dan pencemaran nama baik maka sudah memenuhi unsur pasal 27 ayat 3 jo. Pasal 45 ayat 3 UU no. 11 tahun 2008 sebagaimana perubahan uu nomor 19 tahun 2016 dengan ancaman 4 tahun dan/atau denda 750 juta”
Ervan memberi waktu selama 3×24 jam, terkait itikat baik dan meminta maaf secara terbuka atas tindakan pencemaran nama baik yang merugikan kliennya baik media elektronik maupun cetak. Namun menurutnya, jika dalam waktu yang ditentukan tidak ada niat baik, maka pihaknya akan melanjutkan kasus tersebut ke meja hijau.
Mengingat tuduhan penghinaan dan pencemaran nama baik tersebut tidak main-main, dan merupakan fitnah serius yang sangat merugikan terhadap kliennya. (Fik)