Catatan Politik Senayan: Merawat Asa Good Governance Walau Dirusak Perilaku Koruptif

- Jurnalis

Rabu, 5 Maret 2025 - 09:05 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bambang Soesatyo, Anggota DPR RI

Bambang Soesatyo, Anggota DPR RI

Jakarta, Transatu – Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Ketua Komisi III DPR RI ke-7/Dosen Tetap Pascasarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (UNHAN)

KETIKA ruang publik terus dibanjiri data dan fakta tentang semakin maraknya korupsi dalam beragam modus, cita-cita bersama untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan efektif (good Governance) kini tampak bagaikan isapan jempol.

Bahkan reformasi birokrasi yang telah berjalan puluhan tahun pun terlihat gagal mereduksi perilaku koruptif banyak oknum pada sejumlah institusi negara dan institusi daerah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Banyak elemen masyarakat seperti sudah kehabisan kata atau ungkapan untuk mengekspresikan rasa marah dan kecewa bahkan rasa sakit, saat menyimak dan memahami informasi tentang kasus-kasus korupsi terbaru.

Dan, saat mengenangkan kembali komitmen bangsa dan riwayat kerja memberantas korupsi yang sudah berlangsung hampir tiga dekade, nyata sekali bahwa yang tampak di permukaan itu nihil. Sebagian bahkan sudah pasrah dan enggan membahas perilaku koruptif di negara ini.

Eliminasi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi kehendak bersama dan dikukuhkan sebagai komitmen bangsa yang dicanangkan tahun 1998.

Dikenal sebagai produk reformasi, yang salah satu turunannya adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kewajiban melakukan reformasi birokrasi. Tujuan strategisnya adalah mewujudkan good governance itu.

Artinya, lebih dari tiga dekade sudah kerja pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi dilaksanakan dengan konsisten.

Masyarakat pun mencatat bahwa sudah begitu banyak koruptor ditangkap, diadili dan dipernjara, termasuk koruptor yang pernah menjabat menteri, gubernur atau bupati hingga level oknum pejabat dan pegawai rendahan pada kementerian dan lembaga (K/L) maupun institusi daerah.

Baca Juga :  Kasus Pemotongan Gaji dan Pengangkatan Perangkat Desa Laden Terus Berjalan, Dua Pelapor Telah Diperiksa

Tragis, karena semua catatan historis itu nyata-nyata tidak menumbuhkan efek jera. Alih-alih terjadi reduksi, perilaku koruptif banyak oknum pada K/L), termasuk institusi daerah, justru semakin berani, ganas, brutal dan tak jarang dilakukan dengan terang-terangan.

Bahkan per skala, nilai korupsi pun terus menggelembung; dari puluhan atau ratusan miliar di tahun-tahun terdahulu, menjadi puluhan dan ratusan triliun per hari-hari ini.

Dalam beberapa pekan terakhir ini saja, ruang publik nyata-nyata dijejali informasi dan berita tentang korupsi. Mulai dari anggaran untuk program Bantuan Sosial (Bansos). Dari total anggaran program Bansos sebesar 500 triliun, tak kurang dari separuhnya tidak tepat sasaran.

Korupsi di tubuh manajemen Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) merugikan negara Rp 11,7 triliun; korupsi di tubuh manajemen PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) menyebabkan negara rugi Rp. 893 miliar. Kerugian negara dari kasus korupsi Jiwasraya mencapai Rp 16,8 triliun.

Dalam kasus korupsi tata niaga timah, negara rugi sampai Rp.300 triliun. Dan, ruang publik pun akhirnya harus menerima ledakan dahsyat yang disulut oleh informasi tentang kasus mega korupsi terbaru, yakni kasus mengoplos bensin yang mengakibatkan kerugian negara sampai Rp 968,5 triliun. Dari mega kasus ini masyarakat sebagai konsumen pun jelas sangat dirugikan.

Di masa lalu, kasus mega korupsi yang menyita perhatian masyarakat dalam rentang waktu yang sangat lama adalah kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diberikan Bank Indonesia kepada puluhan bank karena mengalami masalah likuiditas ketika terjadi krisis moneter 1998.

BI menyalurkan BLBI sampai Rp 147,7 triliun dan diterima 48 bank. Hasil audit BPK terhadap pemanfaatan dana BLBI oleh 48 bank itu mengindikasikan terjadinya penyimpangan sebesar Rp 138 triliun.

Baca Juga :  Beredar Kabar Lurah Kampung Baruh Monopoli Ormas, Lurah : Dak Ngurus Tu Tanyo PPTK

Selain kasus BLBI, k asus lainnya adalah korupsi pembiayaan proyek e-KTP pada rentang waktu 2010-2012. Dalam proyek ini, negara rugi Rp 2,314 triliun.

Tak hanya memprihatinkan, tetapi fakta-fakta ini sangat mengerikan, utamanya saat membayangkan masa depan anak-cucu bangsa.

Jika perilaku koruptif para oknum di K/L demikian ganas seperti sekarang ini, masih adakah harapan dan kemampuan untuk mewujudkan good governance? Model reformasi birokrasi seperti apa lagi yang dibutuhkan negara agar good governance itu bisa diwujudkan? Patut diingatkan lagi dan juga digarisbawahi bahwa kehendak bersama mewujudkan good governance tak boleh pupus, kendati terus menerus dirusak oleh perilaku tamak dan koruptif dari banyak oknum yang diberi amanah melaksanakan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) semua K/L dan Tupoksi semua pemerintah daerah.

Dalam konteks itu, semua K/L serta semua pemerintah daerah patut untuk membuka lagi, memahami dan memaknai pernyataan bernada imbauan dari Presiden Prabowo Subianto ketika memaparkan materi pembekalan di forum rapat pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Jakarta, akhir Januari 2025.

Presiden, saat itu, menegaskan sambil mengingatkan bahwa semua Undang-undang (UU), peraturan presiden (Perpres), peraturan pemerintah serta produk hukum lainnya tidak akan ada makna dan artinya jika tidak ditegakkan dengan konsisten.

Terjemahan dari penegasan presiden ini adalah perintah kepada semua K/L dan pemerintah daerah untuk melaksanakan semua UU, Perpres, peraturan pemerintah serta produk hukum lainnya dengan benar dan baik serta konsisten. Tujuannya utamanya adalah untuk mewujudkan good governance demi kebaikan bangsa-negara, kini dan di masa depan.

Baca Juga :  Jelang Musim Penghujan,, Kapolres Sumenep Ajak Masyarakat Bersihkan Sungai Marengan

Harap juga diingat bahwa kegagalan mewujudkan good governance yang berulang-ulang bisa berakibat sangat fatal, yang biasanya akan diwujudnyatakan dengan menyuarakan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan banyak komunitas kepada regulator atau K/L dan institusi daerah.

Berpijak pada rentetan fakta kasus korupsi itu, tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa puluhan tahun kerja pemberantasan korupsi ternyata masih minim progres.

Sudah menjadi fakta bahwa korupsi semakin marak dalam satu dekade terakhir, dengan ragam modus dan skala yang begitu besar jika mengacu pada nilai kerugian negara.

Selain itu, patut pula untuk mengatakan bahwa puluhan tahun reformasi birokrasi berjalan tetap belum dapat mengeliminasi peluang tindak pidana korupsi dan juga perilaku koruptif oknum pada sejumlah K/L dan institusi daerah.

Bagi masyarakat kebanyakaan, skala korupsi yang justru terus membesar hingga ratusan triliun lebih menggambarkan tidak semua K/L dan pemerintah daerah menunjukan itikad baik memberantas korupsi di lingkungan kerja masing-masing.

Sebaliknya, yang tampak adalah terbentuknya kelompok atau organisasi kejahatan di tubuh sejumlah K/L untuk merampok keuangan negara dan membohongi rakyat.

Dari kecenderungan seperti itu, kesimpulan lain yang layak dimunculkan adalah lumpuh atau tidak berfungsinya pengawasan internal di sejumlah K/L. Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Inspektorat Jenderal (Itjen) melakukan pengawasan internal pada K/L terkesan tidak berjalan efektif.

Sebagai bagian dari upaya merawat asa mewujudkan good governance, pada waktunya nanti, pemerintah bersama DPR perlu merumuskan strategi baru pemberantasan korupsi, serta merancang model lain reformasi birokrasi untuk mengeliminasi perilaku koruptif oknum pada K/L dan institusi daerah.

Dan, tak kalah pentingnya adalah memulihkan Tupoksi Inspektorat Jenderal atau pengawasan pada semua K/L dan daerah. (Bambang Soesatyo)

Follow WhatsApp Channel transatu.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Jaga Kebersihan Lingkungan, DLHK Kab. Tanggerang Terjunkan 9 Unit Truk Pengangkut Sampah
Safari Ramadhan, Kades : Pemerintah Juga Berbuka Puasa Bersama Masyarakat Tanjung Ilir
Anggota DPRD Sumenep, Fraksi PPP Harap Dinas PUTR Perhatikan Infrastuktur Jalan Di Sapudi
Soal Pengangkatan CASN dan PPK, Waketum KNPI Ingatkan Menpan-RB Jangan Kecewakan Rakyat
Labrak SKB Tiga Menteri dan Perbup, BPN Pamekasan Perbolehkan Biaya PTSL Melebihi Rp 150 Ribu
Jelang Lebaran, DKPP Pamekasan Pastikan Ketersediaan Dua Komoditas Pangan
Pasca di Tutup Jalan Kabupaten, Waka DPRD Minta Pemerintah Cepat Tanggap Jalan Rejosari Tabir Ilir
Rapat Perdana Dengan OPD Percepat Perubahan Menuju Merangin Baru, Bupati Syukur : Sebulan Kota Bangko Berubah Bersih dan Nyaman

Berita Terkait

Minggu, 16 Maret 2025 - 09:02 WIB

Jaga Kebersihan Lingkungan, DLHK Kab. Tanggerang Terjunkan 9 Unit Truk Pengangkut Sampah

Sabtu, 15 Maret 2025 - 08:02 WIB

Safari Ramadhan, Kades : Pemerintah Juga Berbuka Puasa Bersama Masyarakat Tanjung Ilir

Selasa, 11 Maret 2025 - 06:08 WIB

Anggota DPRD Sumenep, Fraksi PPP Harap Dinas PUTR Perhatikan Infrastuktur Jalan Di Sapudi

Senin, 10 Maret 2025 - 20:51 WIB

Soal Pengangkatan CASN dan PPK, Waketum KNPI Ingatkan Menpan-RB Jangan Kecewakan Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 - 13:37 WIB

Labrak SKB Tiga Menteri dan Perbup, BPN Pamekasan Perbolehkan Biaya PTSL Melebihi Rp 150 Ribu

Berita Terbaru